Dari Perjalanan Subuh hingga Disertasi Kontekstual Hadis – UIN Walisongo

UIN Waliongo Online, Semarang — Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang kembali menggelar wisuda untuk program Doktor (S3) ke-40, Magister (S2) ke-65, dan Sarjana (S1) ke-98 pada Sabtu (1/11/2025). Bertempat di Aula 2 Gedung Tgk Ismail Yaqub Kampus III, para wisudawan merayakan puncak perjuangan akademik mereka.

Di antara para wisudawan, nama Aniqoh, mahasiswa Program Studi S-3 Studi Islam Konsentrasi Ilmu Hadis, mencuri perhatian. Ia dinobatkan sebagai Wisudawan Doktor Terbaik sekaligus peraih Disertasi Terbaik dengan IPK 3,78 predikat cumlaude.

Lahir di Tuban, Februari 1986, Aniqoh kini berdomisili di Purworejo, Jawa Tengah, dan aktif sebagai dosen di STAINU Purworejo. Di tengah kesibukannya mengajar dan berorganisasi, ia tetap tekun melanjutkan studi hingga jenjang tertinggi. “Studi S3 ini bukan sekadar akademik, tapi latihan mental, disiplin, dan spiritual,” ujarnya.

Disertasi Aniqoh berjudul “Kontekstualisasi Hadis Tazkiyatun Nafs” menjadi sorotan karena menawarkan pendekatan baru dalam memahami hadis. Menurutnya, kontekstualisasi bukan sekadar menafsirkan ulang teks, melainkan membaca ulang spirit hadis agar tetap relevan dengan zaman. “Hadis Nabi selalu hidup, tapi sering dibaca dengan cara yang beku. Melalui kontekstualisasi, kita menjaga ruhnya tetap segar dan maslahat,” jelasnya.

Penelitian ini menegaskan bahwa pemahaman hadis perlu mempertimbangkan situasi sosial dan kemanusiaan modern tanpa menghilangkan nilai dasarnya. Aniqoh menilai, pembacaan tekstual yang kaku kerap menjauhkan hadis dari tujuan syariat: kemaslahatan. Pendekatan kontekstual yang ia tawarkan menjadi kontribusi nyata bagi pengembangan studi Islam moderat di Indonesia, sejalan dengan visi keilmuan UIN Walisongo.

Aniqoh mengaku, perjalanan akademiknya penuh ujian. Setiap pekan ia menempuh perjalanan jauh dari Purworejo ke Semarang, kerap berangkat sejak pukul tiga dini hari. “Saya belajar berdamai dengan keterbatasan. Kadang lelah, tapi niat menuntut ilmu lebih besar dari semua itu,” katanya dengan senyum ringan.

Momen paling haru terjadi saat revisi disertasinya yang sempat berulang kali ditolak akhirnya diterima. “Saya menangis, bukan karena sedih, tapi karena beban panjang itu akhirnya terangkat. Rasanya seperti bisa hidup normal lagi,” ungkapnya. Bagi Aniqoh, gelar doktor adalah puncak keikhlasan, bukan sekadar prestasi akademik.

Dalam perjalanannya, Aniqoh mendapat banyak inspirasi dari Prof. Abdul Ghafur, M.Ag., dosen yang ia sebut sebagai figur teladan dalam berpikir sistematis dan bernalar kritis. Ia juga aktif di berbagai organisasi, seperti LD-PWNU 2024–2029 dan Sekjen WAZIN (Wihdah Azhariyah) DPW Jateng 2024–2029, yang memperkuat jejaring akademik dan sosialnya.

Aniqoh juga tercatat sebagai penerima hibah Litapdimas antar kampus tahun 2023, bentuk pengakuan atas konsistensinya dalam riset dan publikasi ilmiah. Bagi dirinya, meneliti adalah bentuk ibadah. “Ilmu yang tidak ditulis, akan hilang. Menulis adalah cara saya menjaga warisan keilmuan Islam,” katanya.

Aniqoh berpesan kepada mahasiswa agar belajar mengelola waktu dan menyeimbangkan hidup. “Kemampuan manajemen waktu adalah ilmu yang tak tertulis di silabus, tapi paling menentukan keberhasilan,” ucapnya. Ia juga menegaskan bahwa gelar hanyalah tiket awal, sedangkan skill dan networking adalah kunci sukses sejati.

Bagi sivitas UIN Walisongo Semarang, Aniqoh bukan sekadar simbol prestasi akademik, melainkan contoh nyata akademisi perempuan yang tangguh, moderat, dan berpengaruh. Dari perjalanan subuh menuju perkuliahan, hingga riset hadis bernuansa spiritual dan kontekstual, ia membuktikan bahwa ilmu adalah perjalanan hidup, bukan tujuan akhir

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *