Refleksi Jihad, Cinta Tanah Air, dan Peradaban Dunia – UIN Walisongo

UIN Walisongo Semarang, Online — Halaman Ma’had Al Jami’ah UIN Walisongo Semarang pagi itu memutih. Ribuan santri berbusana putih dan bersarung rapi berdiri tegak mengikuti Apel Hari Santri Nasional 2025, Rabu (22/10/2025). Sebanyak 1.400 santri putra Ma’had Al Jami’ah, bersama para dekan, kepala lembaga, musyrif, dan tamu undangan, larut dalam suasana khidmat penuh kebanggaan.

Apel dipimpin oleh Prof. Dr. Ahmad Ismail, M.Ag., M.Hum., selaku Wakil Rektor II UIN Walisongo Semarang, yang bertindak sebagai pembina upacara. Ia membacakan Amanat Menteri Agama Republik Indonesia dan menyampaikan pesan mendalam tentang arti jihad, keikhlasan, serta peran santri dalam menjaga kemerdekaan dan membangun peradaban.

IMG 0840 1

Di awal amanatnya, Prof. Ahmad Ismail mengajak seluruh peserta apel untuk menundukkan kepala sejenak dan mendoakan para korban musibah di Pesantren Al-Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, yang menengakibatkan 67 santri meninggal dunia.

“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Kita semua berduka, bangsa ini berduka. Semoga seluruh korban mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah, dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan serta kekuatan iman,” ucapnya penuh haru.

Ia menyampaikan bahwa Kementerian Agama RI telah hadir langsung di lokasi kejadian, memberikan bantuan dan memastikan proses pemulihan berjalan baik. Menurutnya, tragedi ini menjadi momentum untuk bersama-sama berbenah dan memperkuat standar keselamatan di pesantren di seluruh Indonesia.

Membacakan amanat Menteri Agama, Prof. Ahmad Ismail menegaskan bahwa Hari Santri 22 Oktober ditetapkan untuk mengenang Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Resolusi ini menjadi panggilan suci bagi umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

“Resolusi Jihad membakar semangat perjuangan bangsa. Dari pesantrenlah lahir keberanian, dari santrilah lahir perlawanan. Peristiwa heroik 10 November 1945 tidak akan terjadi tanpa semangat 22 Oktober,” ujarnya.

Momentum Hari Santri, menurutnya, bukan sekadar seremonial, melainkan refleksi atas peran historis pesantren sebagai benteng moral dan spiritual bangsa.

IMG 0819 1

Peringatan Hari Santri tahun ini menjadi momen istimewa karena menandai satu dekade sejak pertama kali ditetapkan pada tahun 2015. Sepuluh tahun perjalanan ini menunjukkan semakin kuatnya kiprah santri dan pesantren dalam kehidupan nasional maupun global.

“Dari rahim pesantren lahir para tokoh bangsa, pejuang kemerdekaan, pemimpin umat, hingga cendekiawan dunia. Kini, santri tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga menggerakkan peradaban,” tegas Prof. Ahmad.

Ia menekankan bahwa santri masa kini harus menjadi pelaku sejarah baru, bukan sekadar penonton di tengah perubahan zaman. Dengan tema nasional “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia”, santri diharapkan mampu membawa nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin ke panggung global.

Dalam amanatnya, Prof. Ahmad juga menyampaikan apresiasi negara terhadap pesantren melalui kebijakan afirmatif seperti UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021 tentang Dana Abadi Pesantren, hingga berbagai Peraturan Daerah Pesantren di tingkat provinsi dan kabupaten.

“Semua ini bukti bahwa negara tidak menutup mata terhadap jasa besar pesantren. Negara berhutang budi kepada para kiai dan santri yang telah menjaga akhlak bangsa,” katanya.

Ia menegaskan, perhatian ini bukan sekadar bentuk penghargaan, tetapi juga panggilan agar pesantren terus berinovasi dan berkontribusi nyata bagi bangsa.

Menutup amanatnya, Prof. Ahmad Ismail menyerukan agar santri abad ke-21 tidak hanya menguasai kitab kuning, tetapi juga menguasai teknologi, sains, dan bahasa dunia. Dunia digital, katanya, kini menjadi ladang dakwah baru bagi generasi santri.

“Santri harus hadir di ruang digital bukan sebagai penonton, tetapi sebagai penebar nilai-nilai Islam yang damai, cerdas, dan beradab,” ujarnya tegas.

Upacara dilanjutkan dengan pembacaan Resolusi Jihad oleh perwakilan musyrif Ma’had Al Jami’ah, diiringi pembacaan Mars Hari Santri Nasional dan lagu perjuangan Syubbanul Wathan ciptaan KH. Wahab Hasbullah. Seluruh peserta larut dalam semangat kebangsaan dan cinta tanah air yang menggetarkan.

Acara diakhiri dengan pembacaan doa bersama, memohon agar santri Indonesia terus menjadi pelita bangsa — rendah hati dalam ilmu, tinggi cita dalam amal, dan kuat iman dalam perjuangan.

IMG 0827 1

HMS.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *