Pekan Olahraga dan Seni antar Diniyyah: Agenda Sambung Rasa dan Momentum Tingkatkan Khasanah Keilmuan

Bicara pendidikan seseorang biasa disibukkan dengan hal-hal berbau akademik. Suatu Sistem pembelajara yang masif yang berada diantara ruang kelas. Keberadaan mereka selama kurang lebih 5 jam dalam seminggu tentu mempengaruhi psikologi dalam berinteraksi dengan dunia luar. Hal ini dibuktikan dengan maraknya ketidakpedulian antar sesama. Padahal semestinya, pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia. Tidak melulu berkutik pada tulisan dan angka-angka yang ada di ruang kelas. Karena sejatinya pendidikan adalah untuk menghidupkan eksistensi dari manusia itu sendiri. Yaitu sebagai makhluk sosial.

Pada istilah lain dijelaskan bahwa sekolah adalah taman bagi siswa. Dimana pada dasarnya konsep-konsep pendidikan lebih mengutamakan cinta dan kasih sayang. Mendidik dan mengajar sebagaimana seoarang ayah dan ibu kepada anak-anaknya. Hal ini pula yang di ungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara. Yang dalam bahasa jawa berbunyi Ing ngarso sung Tuladha, Ing madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani (Di depan memberi teladan, di tengah-tengah membangun kemauan, di belakang memberi dorongan).

Dalam memperoleh pendidikan yang baik, pengajaran empiris (pengalaman) menjadi salah satu cara untuk menuangkan gagasan dan pembelajaran secara langsung kepada khalayak ramai. Sehingga secara tidak langsung nilai-nilai afektif (perasaan) dalam diri seseorang terbangun secara kontinyu. Maka di dalam salah satu pembelajaran mahasiswa tersebutlah istilah Kuliah Kerja Nyata (KKN). Mahasiswa diberikan kesempatan untuk berekspansi dan berekspresi diruang lingkup masyarakat secara langsung. Dengannya mereka mampu melihat kondisi lapangan sebenarnya. Apa yang masyarakat hadapi? Bagaimana bisa terjadi? dan apa yang bisa dilakukan kedepannya?. Termasuk membantu menyelesaikan masalah atau sebagai problem Solver. Sesuai dengan apa yang telah mahasiswa pelajari selama di bangku perkuliahan.

Di antara sekian banyak agenda yang dikerjakan oleh mahasiswa KKN. Terdapat satu kegiatan yang dapat mahasiswa lakukan, yakni Pekan Olahraga dan Seni antar Madrasah Diniyyah—Lebih-lebih mahasiswa yang mempunyai latar belakang perguruan tinggi Keagamaan Islam. Pekan ini diprakarsai oleh Forum Komunikasi Diniyyah Takmiliyyah. Dengan beberapa maksut tertentu, para agamawan menyengajakan diri untuk berkumpul dalam satu komunitas yang tidak lain adalah sebagai ajang silaturahim. Baik antar kyai maupun antar santri. Pada praktiknya, porsadin tidak hanya sebagai satu anjangsana. Namun di dalam pertemuan itu, terdapat agenda perlombaan. Yang tidak lain untuk menggali serta mengembangkan potensi santri dari masing-masing Madrasah Diniyyah yang ada.  Melalui bakat dan minat. Sekaligus sebagai satu momentum dalam meningkatkan khasanah keilmuan.

Pada perkembangan selanjutnya, porsadin turut mempunyai dasar aturan dan perundang-undangan tersendiri. Yang didalamnya juga didukung oleh Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Hasil Rakernas (Rapat Kerja Nasional) Tanggal 18-20 September tahun 2017 serta Hasil Rapimnas (Rapat Pimpinan Nasional) 20-21 September tahun 2018. Dengan adanya landasan hukum ini, maka agenda porsadin diharapkan mampu berjalan dengan khidmat. Dan memberikan satu esensi yang bermanfaat bagi Agama, Nusa dan Bangsa.

Kedepannya, mahasiswa dalam mengamalkan Tri Dharma Perguruan tinggi juga tidak hanya dalam bentuk kiasan kata-kata mutiara. Yang mana disebutkan bahwa seluruh sivitas akademika yang ada di perguruan tinggi diharuskan melakukan Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengembangan, serta Pengabdian Masyarakat. Oleh sebab itu sangat penting bagi setiap orang yang terdidik, dan orang yang telah mengenyam banyak sekali pendidikan. Untuk dapat hadir dalam agenda-agenda besar yang ada di masyarakat. Berlomba-lomba dalam mencapai kebaikan sekaligus sebagai representasi ilmu yang bermanfaat bagi orang disekitarnya.