Pandemi yang melanda Indonesia memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan masyarakat. Salah satu yang berdampak cukup parah yaitu pendidikan. Dikarenakan angka Covid-19 yang cukup meningkat Kemendikbud mengeluarkan surat edaran yang mengharuskan seluruh sekolah maupun perguruan tinggi untuk melakukan pembelajaran online atau daring. Pada pembelajaran jarak jauh ini, peran tenaga pengajar mau tidak mau harus diambil alih oleh orang tua. Hal ini sangat berat bagi orang tua, karena banyak orang tua yang harus bekerja sehingga tidak bisa mendampingi anaknya belajar di rumah. Ditambah lagi dengan guru yang memberikan tugas yang banyaknya sama seperti pembelajaran offline, padahal seharusnya guru memberikan keringanan mengenai tugas dikarenakan situasi dan kondisi yang sedang tidak normal ini.
Situasi yang tidak normal ini dapat berakibat oleh kesehatan mental para siswa. Para siswa dituntut untuk terus dan cepat dalam mengerjakan tugas sekolah. Itu menyebabkan siswa mengalami gangguan kecemasan untuk bersekolah (school anxiety disorder). Ciri- ciri siswa yang mengalami kecemasan untuk bersekolah yaitu siswa merasa takut jika ada notifikasi dari aplikasi pembelajaran. Begitu cemasnya, anak bisa jatuh sakit. Ini bisa terjadi karena anak yang terus menerus mendapat desakan untuk menyelesaikan tugas dan juga ditambah lagi dengan keadaan PPKM yang membatasi anak untuk bersosialisasi. Keadaan seperti ini yang dapat menyebabkan anak mengalami stress. Dalam menyikapi masalah mental ini diperlukan keterpaduan kerja dari semua pihak. Seperti praktik penyikapan masalah mental di banyak negara, kurikulum SEL (Social and Emotional Learning) adalah salah satu solusi yang digunakan. Dengan menerapkan kurikulum tersebut, diharapkan bisa mengatasi kesehatan mental siswa karena siswa diberikan kesempatan lebih leluasa dalam melakukan refleksi atas segala pengalaman yang mereka jalani selama pembatasan sosial.