Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki bermacam-macam budaya, salah satunya adalah selapanan. Selapanan merupakan tradisi yang sangat dinamis dan menarik, baik dari sudut pandang antropologis maupun psikologis. Tak hanya menjadi perekat sosial, namun juga mempersatukan elemen masyarakat yang terpisah dalam berbagai sisi ideologi dan keyakinan. Seperti pada umumnya, selapanan dilaksanakan setiap 35 hari sekali. Di Desa Karangsari acara ini dilakukan tiap hari Kamis Wage bertempat di Masjid Al – Ahrom.
Budaya selapanan ini masih terpelihara hingga sekarang. Tujuan diadakannya acara selapanan guna menyambung tali silaturahmi antar warga serta mendoakan para leluhur yang telah mendahului kita. Acara ini dihadiri oleh laki-laki dan perempuan dari semua kalangan tua maupun muda berkumpul menjadi satu lalu melakukan tahlilan, doa bersama, serta sambutan dari tokoh masyarakat desa.
Warga disini memang butuh lebih banyak petuah hidup. Khutbah Jum’at kurang efektif untuk menambah muatan ilmu warga. Lagi pula jamaah yasin di beberapa kelompok telah kehilangan tokoh panutan. Salah satu cara menyegarkan pengetahuan Islam warga adalah dengan mengadakan pengajian selapanan rutin.
Dalam sambutan sebagai tokoh masyarakat desa, KH Abdul Munif menjelaskan rahasia di balik tradisi selapan yang telah berlangsung di kalangan masyarakat tersebut.
“Kita menghadiri pengajian rutin Kamis Wage ini, marilah kita niati mengikuti apa yang diarahkan Rasulullah SAW,” tuturnya mengawali penjelasan.
Menurutnya, Kamis Wage itu merupakan pengajian 35 hari (selapan) sekali. Mengapa kok 35 hari? Sebab arahan Kanjeng Nabi kepada Sayyidina ‘Ali:
ياعَلي، إذا أتى على المؤمن أربعون صباحًا ولم يجالس العلماء قسى قلبه، وجسر على الكبائر؛ لأن العلم حياة القلب
“Wahai Ali, ketika datang 40 hari kepada seorang mukmin, dan (selama itu pula) ia tidak berkumpul dengan ulama, maka keraslah hatinya, dan berani melakukan dosa besar. Karena (hakikatnya) ilmu itu (memiliki) hati yang malu (kepada Allah)”.
Hal tersebut senada dengan apa yang dijelaskan juga dalam kitab Washiatul Musthofa karya Sayyid Abdul Wahab As Sya’roni.
Pak Rohman selaku tokoh masyarakat desa itu juga menambahkan, semua umat Nabi Muhammad SAW itu akan masuk surga, kecuali yang tidak mau. Siapakah itu? Dijawab oleh sebuah hadits yang berbunyi:
عن أبي هريرة ، أن رسول الله ﷺ قال: كل أمتي يدخل الجنة إلا من أبى قيل: ومن يأبى يا رسول الله؟ قال: من أطاعني دخل الجنة، ومن عصاني فقد أبى
“Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Tiap-tiap umatku akan masuk surga kecuali yang tidak mau. Dikatakan: dan siapakah yang tidak mau tersebut wahai Rasulullah? Jawabnya: Barangsiapa taat kepadaku, maka ia akan masuk surga. dan barangsiapa mendurhakaiku maka sungguh ia benar-benar tidak mau (masuk surga)”. (HR. Bukhari)
Demikianlah, tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini dapat menumbuhkan ukhuwah Islamiyah warga Desa Karangsari sehingga dapat menjalin tali silaturahmi dengan baik dan semoga diberi keselamatan oleh sang Maha Pencipta. Serta para leluhur yang telah gugur mendahului kita diberikan ketenangan dan tempat yang layak disisi-Nya.