Mahasiswa KKN MIT DR 13 UIN Walisongo mengikuti kegiatan adat nyadranan bersama warga dusun gempol desa ngesrepbalong Nyadran adalah serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama Jawa Tengah. Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta, sraddha yang artinya keyakinan. Nyadran adalah tradisi pembersihan makam oleh masyarakat Jawa, umumnya di pedesaan. Dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran yang artiya ruwah syakban. Nyadran adalah suatu rangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur (11/2).
Nyadran biasanya jatuh pada setiap hari ke-10 bulan rojab atau saat datangya bulan sya’ban. Jadi acara adat nyadranan yang ada di dusun gempol itu memiliki ciri khas tersendiri.
Belum lama ini, tepatnya hari Jum’at (11/02/2022) yang lalu, Dusun Gempol, Desa Ngesrepbalong mengadakan prosesi kegiatan adat berupa nyadran atau kenduren, Gempol adalah salah satu dusun dari sebuah desa yaitu ngesrepbalong kecamatan limbangan kabupaten kendal, dusun Gempol ini terdapat kurang lebih terdapat 120 KK yang terbagi menjadi 2 RT yang terkenal dan disebut sebagai dusun wisata.
Adapun wisata yang ditawarkan seperti perkebunan teh medini, curug lawe ,dan curug sicepit, Dari sisi keagamaan, dusun Gempol ini sangat kental dengan unsur budaya dan agama yang saling berkesinambungan, kegiatan – kegiatan keagamaan seperti pengajian Manaqib tahlil, Dziba’an dan Pengajian rutinan serta kegiatan adat dari leluhur dari leluhur nenek moyang. Dari situlah kami melihat akan tingginya rasa gotong royong dan semangat serta antusias baik warga,anak-anak dan remaja dalam membangun dusun gempol desa Ngesrepbalong.
Bapak Mustaqim, selaku kepala dusun menuturkan bahwa seluruh masyarakat gempol itu sangat antusias dalam kegiatan yang rutin di laksanakan di dusun seperti nyadran dengan tujuan mengenang dan menghormati jasa para leluhur serta melestarikan budaya adat yang sudah turun temurun dari nenek moyang.
“Konsep prosesi nyadran di dusun gempol itu Seperti paginya ke makam untuk ziarah,masyarakat gempol khususnya warga laki-laki itu setelah jamaah sholat isya’ mengadakan pembacaan asma’ul husna, di pembacaan yasin dan tahlil di rumah bapak kepala dusun, lalu di lanjutkan paginya pukul 07:00WIB yaitu bersih-bersih makam leluhur atau keluarga,diteruskan ziarah kubur dan tahlil di makam leluhur sampai selesai. lalu pada siang hari setelah sholat dzuhur yaitu tasyakuran di rumah bapak kepala dusun, konsepnya yaitu semua warga membawa nasi tumpeng yang di taruh di baskom/tempat nasi beserta lauk pauknya,lalu di bacakan doa di lanjutkan saling tukar makanan dan lauk pauknya yang di bawa oleh individu warga, istilahnya supaya semua warga bisa ikut merasakan hidanganya, dan di makan bersama pada waktu itu.”jelasnya”