Covid-19 telah ditetapkan sebagai pandemi global oleh World Health Organization (WHO) sejak 11 Maret 2020. Hingga kini terhitung sudah lebih dari setahun pandemi ini melanda dunia termasuk Indonesia. Pandemi ini berdampak pada semua lini kehidupan, mulai dari segi ekonomi, sosial budaya, hingga pendidikan. Dalam ranah ekonomi, banyak perusahaan yang mengurangi jumlah karyawan, pedagang kecil kehilangan pembeli, hingga tutupnya banyak UMKM. Dari segi sosial budaya kita dituntun untuk menerapkan kebiasaan hidup baru atau new normal, tidak boleh berkerumun, harus membatasi mobilitas yang dampaknya kegiatan-kegiatan masyarakat seperti hajatan, tahlilan, bahkan takziyah atau melayat dihentikan sampai batas waktu yang belum pasti.
Dampak lain yang menjadi keprihatinan semua lapisan masyarakat adalah dalam bidang pendidikan. Semua kegiatan pendidikan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga perguruan tinggi dilakukan secara daring (dalam jaringan). Kegiatan pembelajaran melalui jaringan ini dianggap tidak efektif karena pembentukan karakter peserta didik tidak dapat dilakukan, orangtua tidak bisa melakukan pengawasan secara maksimal, hingga permasalahan ketidaktersediaan kuota internet karena sulitnya ekonomi.
Pendidikan daring yang tidak efektif menjadi salah satu alasan banyaknya orangtua yang memilih memasukkan anaknya di pesantren. Pesantren dinilai mampu untuk mengatasi krisis pendidikan disaat pandemi Covid-19 ini belum berakhir. Dari sebelum Covid-19 mewabah hingga Covid-19 melanda, metode pendidikan dan pembelajaran di pesantren tetaplah sama. Pesantren tidak menggunakan metode daring sebagaimana pendidikan formal pada umumnya.
Lalu bagaimana pesantren mampu menjalankan pendidikan tatap muka seperti biasa?
Hampir seluruh pesantren di Indonesia mensyaratkan para santri untuk membawa surat keterangan sehat dan bebas Covid-19 ketika berangkat ke pesantren. Sebelum memasuki pesantren para santri diwajibkan melakukan screening, cek suhu, penyemprotan desinfektan dan juga menjalankan serangkaian protokol kesehatan dengan ketat. Jadwal keberangkatan dari tiap daerah juga tidak disamakan untuk menghindari kerumuman. Belum lagi bagi pesantren yang memiliki fasilitas lengkap, mereka akan melakukan isolasi bagi . Dengan begitu, ketika santri memasuki pesantren mereka dalam keadaan sehat dan bebas dari virus corona.
Hal lain yang menjadikan pesantren tetap mempertahankan pendidikan karantina dan tatap muka adalah karakter dan sikap santri yang tawadlu’ dan disiplin. Tawadlu’ berarti rendah hati, patuh dan taat. Dalam hal ini santri memiliki keyakinan untuk selalu bertawakal kepada Allah SWT, mematuhi segala dawuh Kiyai dan juga menaati seluruh peraturan pesantren. Sedangkan disiplin menjadi sikap yang umum dimiliki santri karena dalam segala hal kegiatan santri telah terjadwal, dari bangun tidur hingga tidur kembali.
Meski demikian bukan berarti pesantren berpasrah dan berpangku tangan mengahadapi wabah Covid-19 ini, pesantren tetap berupaya untuk menjaga kesehatan santri dan keluarga pesantren. Peraturan pesantren lebih diperketat, dilakukan pembatasan keluar masuk pesantren, penyemprotan desinfektan secara berkala, menerapkan pola hidup sehat dengan pemenuhan gizi dan olahraga, dan yang sedikit berbeda adalah pembatasan kunjungan keluarga. Di beberapa pesantren bahkan ada aturan yang tidak memperbolehkan keluarga mengunjungi santri sama sekali.
Semua lapisan masyarakat saat ini tengah bahu membahu mengahadapi pandemi Covid-19 yang tidak kunjung berakhir. Kebiasaan hidup baru dan protokol kesehatan dipatuhi dengan ketat untuk mencegah dan menghambat laju penyebaran virus. Segala upaya telah dilakukan bersama, semoga pandemi Covid-19 segera berakhir.