Semua bermula pada akhir tahun 2019 ketika pemberitaan tentang mewabahnya virus Covid-19 di sebuah kota di Negara China yaitu Wuhan, dan kemudian kabar tersebut menuai respon dari berbagai masyarakat seluruh dunia sehingga para pemerintah-pemerintah Negara mengeluarkan aturan terkait pembatasan mobilitas massa termasuk dibatasinya para wisatawan atau turis asing untuk keluar masuk Negara. Langkah yang diambil oleh sebagian besar pemerintah-pemerintah Negara itu guna meminimalisir penyebaran virus Covid-19 ini masuk ke negaranya.
Indonesia pada saat itu baru saja mengalami gejolak pro kontra antara pemerintah dan masyarakat terkait peraturan-peraturan baru yang diputuskan oleh pemerintah yang dianggap tidak mencerminkan keadilan tetapi malah memberatkan masyarakatnya, sehingga pada pada September kala itu mahasiswa dan berbagai lapisan masyarakat memilih untuk mengambil tindakan dengan berdemo serta menuntut kepada Presiden beserta jajarannya untuk tidak meresmikan Rancangan Undang Undang dan Keputusan presiden tersebut dengan berbagai alasan dan pertimbangan yang dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Demo itu pecah dan diwarnai kericuhan diberbagai kota, begitu juga berbagai informasi yang menimbulkan provokasi semakin meluas di sosial media tanpa dipungkiri sangat banyak masyarakat yang tersulut emosi karena termakan hoaks. kejadian besar itu berlangsung kurang lebih dua hari hingga pemerintah mampu meredam emosi dan menampung aspirasi para demonstran.
Beberapa bulan setelah itu pemberitaan tentang Covid-19 yang mulai masuk ke Indonesia namun respon masyarakat justru meremehkan kabar tersebut karena beranggapan dan merasa bahwa masyarakat Indonesia tidak akan terpapar virus ini, berbagai latar belakang ketidakpercayaan masayarakat terhadap virus Covid-19 ini yakni diantaranya percaya bahwa fenomena ini hanya ulah konspirasi elit global hingga permainan politik antara WHO dan pemerintah, dan masih banyak yang lainnya.
Kemudian semua berawal dari sebuah pesta dansa di Klub Paloma & Amigos, Jakarta. Peserta acara tersebut bukan hanya warga negara Indonesia saja, tetapi juga multinasional, termasuk warga Jepang yang menetap di Malaysia. Berikut kronologi virus corona yang muncul di Depok, Jawa Barat, Indonesia. Bermula seseorang berinisial NT yang mengikuti acara pesta dansa dengan peserta multinasional, termasuk Jepang. Ketika kembali ke domisilinya (Malaysia), warga negara Jepang tersebut positif mengidap COVID-19. Kasus ini mendapatkan perhatian dan respon dari Presiden RI, sehingga Presiden RI Joko Widodo atau biasa dikenal Jokowi mulai memutuskan untuk menekan penyebaran virus ini dengan membatasi mobilitas massa dan kemudian pemberitaan serta informasi mulai menyebar dikalangan masyarakat sehingga kepanikan yang dialami masyarakat pun pecah.
Kepanikan akan berita yang tersebar terkait keputusan pemerintah untuk membatasi mobilitas masyarakat dan menganjurkan masyarakat untuk bekerja dari rumah tersebut menimbulkan fenomena Panic Buying yang mana masyarakat berbondong-bondong untuk membeli kebutuhan hidup selama masa pembatasan mobilitas ini, semua pusat perbelanjaan dipenuhi oleh masyarakat dan persediaan logistic yang dijual oleh pusat perbelanjaan mulai menipis karena kepanikan yang dialami masyarakat.
Berbagai aspek di masyarakat mulai berubah, terutama komunikasi yang semulanya dapat dilakukan secara langsung kini hanya bisa dilakukan secara daring atau Online. Pendidikan menjadi aspek yang paling disorot perubahannya ketika mengalami perubahan terkait teknis dalam proses belajar mengajar yang seharusnya dilakukan secara langsung atau face to face kini harus dilakukan secara daring atau Online, mungkin fenomena ini menimbulkan ketidaksiapan beberapa kalangan masyarakat karena tidak semua bisa melakukan teknis pembelajaran secara daring ini dengan latar belakang keterbatasan alat dan biaya.
Efektivitas pembelajaran daring ini memiliki berbagai problematika dan hambatan, terdapat problematika yang sangat penting bagi siswa, jam berapa mereka harus belajar dan bagaimana data (kuota) yang mereka miliki, sedangkan orangtua mereka yang berpenghasilan rendah atau dari kalangan menengah kebawah (kurang mampu). Hingga akhirnya hal seperti ini dibebankan kepada orangtua siswa yang ingin anaknya tetap mengikuti pembelajaran daring.
Solusi problematika ini yaitu pemerintah harus memberikan kebijakan dengan membuka layanan aplikasi daring secara daring dan bekerjasama dengan provider internet dan aplikasi untuk membantu proses pembelajaran daring ini. Pemerintah juga harus mempersiapkan kurikulum dan silabus permbelajaran berbasis daring. Bagi pihak sekolah juga perlu untuk melakukan bimbingan teknik (bimtek) secara online proses pelaksanaan daring dan melakukan sosialisasi kepada orangtua dan siswa melalui media cetak dan media sosial tentang tata cara pelaksanaan pembelajaran daring, kaitannya dengan peran dan tugasnya.
Perpindahan aktivitas masyarakat yang semulanya dilakukan di kehidupan nyata kini lebih beralih ke dunia maya atau internet, dalam hal ini juga terdapat sebuah problematika. Di era Serba Internet ini dan masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang komunikasi, media sosial dapat menjadi salah satu penyebab hambatan (noise) dalam upaya pengendalian bencana publik Covid-19. Saat ini, berita atau wacana apapun perihal Covid-19 akan selalu menjadi sorotan publik. Banyaknya informasi terkait Covid-19 yang tersebar di ruang publik bisa jadi malah menimbulkan kebingungan masyarakat. Untuk mengatasi kebingungan ini maka komunikasi publik di masa pandemi Covid-19 membutuhkan adanya transparansi dan kepercayaan publik. Untuk membangun kepercayaan ini kita memerlukan pihak yang dapat memantau dan menghalau isu liar yang tersebar disosial media. Dengan Munculnya kepercayaan masyarakat dapat dijadikan salah satu indikator kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan, sehingga nantinya efek dari kepercayaan tersebut dapat dijadikan indikasi keberhasilan komunikasi publik.