Mranak – Jambu delima atau juga dikenal dengan sebutan jambu air merupakan salah satu buah yang menjadi komoditas utama di Kabupaten Demak. Buah jambu delima juga menjadi ciri khas atau buah khas yang berasal dari Kota Wali ini. Buah ini mengandung cukup banyak air yang menjadikan buah ini memiliki banyak peminat disaat musim panas.
Saat ini, sudah banyak petani yang beralih ke tanaman jambu air, yang awalnya dari petani musiman. Hal ini karena dirasa perawatan jambu air tidak sekompleks perawatan tanaman musiman seperti padi, cabai, ataupun kacang panjang. Jambu air biasanya berbuah atau bisa dipanen dua kali dalam setahun. Untuk panen, biasanya pada bulan Mei, kemudian juga pada bulan Oktober. Terkadang ada juga petani yang bisa panen tiga kali dalam setahun, itupun karena panen pertama dan kedua yang belum maksimal. Dalam sekali panen, petani bisa memanen hingga berkwintal-kwintal jambu air. Hal itulah yang membuat banyak petani tergiur untuk beralih dari tanaman musiman ke tanaman jambu air.
Kala waktu tanaman mulai berbunga, disitu para petani mulai waspada akan berbagai ancaman yang bisa menjadikan gagal panen. Ancaman-ancaman yang perlu diwaspadai diantaranya hama, serangga, dan waktu. Hama merupakan musuh utama bagi semua petani. Hama bagi petani jambu disini adalah tikus, kelelawar dan sebagian burung. Hama biasanya menyerang disaat buah siap panen, dengan memakan buah-buah tersebut. Gangguan yang kedua berasal dari serangga, yaitu lalat dan ulat. Serangga menyerang disaat buah masih muda dan mengakibatkan cacat (seperti hitam pada kelopak buah dan menjadi sarang ulat) pada saat buah siap panen. Lalu waktu pengobatan atau pemberian pupuk. Jika salah waktu, bisa-bisa buah akan jatuh sebelum waktu panen, dan akibatnya hasil panen berkurang.
Belum lagi dikala pandemic seperti sekarang ini yang sulit mengakses jalur distribusi jambu seperti sebelum pandemic. Hal tersebut menyebabkan stok jambu menumpuk sedangkan pasar berkurang. Seperti halnya hokum permintaan dan penawaran, jika penawaran lebih besar dibanding permintaan, maka harga pasar akan turun. Akibatnya, harga jual jambu air turun drastic bahkan bisa dibilang terjun bebas, yang harga sebelum pandemic berkisar antara 8-12 ribu rupiah perkilo menjadi 4-8 ribu ribu perkilo.
Dalam upaya penanganan ancaman seperti hama, serangga dan waktu pemupukan masih bisa diatasi seperti dengan membungkus buah yang masih muda agar tidak dimakan hama/ serangga. Untuk masalah waktu pemupukan, petani harus benar-benar jeli dalam melihat situasi dan kondisi baik pohon, daun maupun buah jambu air. Semoga kedepannya pandemic lekas hilang agar pendistribusian seperti sediakala sehingga harga jual dari para petani kembali normal.