Moderasi agama adalah sebuah cara pandang terkait proses memahami dan mengamalkan ajaran agama agar dalam melaksanakannya selalu dalam jalur yang moderat. Moderat di sini dalam arti tidak berlebih-lebihan atau ekstrem. Jadi yang dimoderasi di sini adalah cara beragama, bukan agama itu sendiri.
Moderasi dalam beragama dapat terlihat melalui 4 indikator diantaranya adanya komitmen kebangsaan yang kuat, sikap toleran terhadap sesama, memiliki prinsip menolak tindakan kekerasan baik secara fisik maupun verbal serta menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia yang sangat beragam.
Masyarakat Indonesia dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki keragaman, mencakup beraneka ragam etnis, bahasa, agama, budaya, dan status sosial. Keragaman dapat menjadi ”integrating force” yang mengikat kemasyarakatan namun dapat menjadi penyebab terjadinya benturan antar budaya, antar ras, etnik, agama dan antar nilai-nilai hidup.
Keragaman budaya (multikultural) merupakan peristiwa alami karena bertemunya berbagai budaya, berinteraksinya beragam individu dan kelompok dengan membawa perilaku budaya, memiliki cara hidup berlainan dan spesifik. Keragaman seperti keragaman budaya, latar belakang keluarga, agama, dan etnis tersebut saling berinteraksi dalam komunitas masyarakat Indonesia. Dalam komunikasi horizontal antar masyarakat, Mulyana menyebut, benturan antar suku masih berlangsung di berbagai wilayah, mulai dari sekedar stereotip dan prasangka antar suku, diskriminasi, hingga ke konflik terbuka dan pembantaian antar suku yang memakan korban jiwa (Mulyana, 2008).
Dalam masyarakat Indonesia yang multi budaya, sikap keberagamaan yang ekslusif yang hanya mengakui kebenaran dan keselamatan secara sepihak, tentu dapat menimbulkan gesekan antar kelompok agama.
Konflik keagamaan yang banyak terjadi di Indonesia, umumnya dipicu adanya sikap keberagamaan yang ekslusif, serta adanya kontestasi antar kelompok agama dalam meraih dukungan umat yang tidak dilandasi sikap toleran, karena masing-masing menggunakan kekuatannya untuk menang sehingga memicu konflik. Konflik kemasyarakatan dan pemicu disharmoni masyarakat yang pernah terjadi dimasa lalu berasal dari kelompok ekstrim kiri (komunisme) dan ekstrim kanan (Islamisme). Namun sekarang ini ancaman disharmoni dan ancaman negara kadang berasal dari globalisasi dan Islamisme, yang oleh Yudi (2014 : 251) disebutnya sebagai dua fundamentalisme : pasar dan agama.
Dalam kontek fundamentalisme agama, maka untuk menghindari disharmoni perlu ditumbuhkan cara beragama yang moderat, atau cara ber-Islam yang inklusif atau sikap beragama yang terbuka, yang disebut sikap moderasi beragama.
Oleh karena itu pemahaman tentang moderasi beragama harus dipahami secara kontekstual bukan secara tekstual, artinya bahwa moderasi dalam beragama di Indonesia buka Indonesia yang dimoderatkan, tetapi cara pemahaman dalam beragama yang harus moderat karena Indonesia memiliki banyaknya kultur, budaya dan adat-istiadat.
Dengan demikian moderasi beragama merupakan sebuah jalan tengah di tengah keberagaman agama di Indonesia. Moderasi merupakan budaya Nusantara yang berjalan seiring, dan tidak saling menegasikan antara agama dan kearifan lokal (local wisdom). Tidak saling mempertentangkan namun mencari penyelesaian dengan toleran.
Maka dari itu sangat diperlukan menerapkan moderasi beragama bagi generasi muda agar mampu menjadikan paham agamanya sebagai instrumen untuk menghargai perbedaan dan umat agama lain.