Sejarah Hari Santri
Oleh : Muhammad Misbahus Shudur
Dikutip dari Keputusan Presiden Republik Indonesia (KEPRES) No. 22 tahun 2015 Presiden Joko Widodo menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai peringatan hari santri Nasional. Dalam KEPRES berbunyi sebagai berikut:
a. bahwa ulama dan santri pondok pesantren memiliki peran besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta mengisi kemerdekaan;
b. bahwa untuk mengenang, meneladani dan melanjutkan peran ulama dan santri dalam membela dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa, perlu ditetapkan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober;
c. bahwa tanggal 22 Oktober tersebut diperingati merujuk pada ditetapkanya seruan resolusi jihad pada tanggal 22 Oktober 1945 oleh para santri dan ulama pondok pesantren dari berbagai penjuru Indonesia yang mewajibkan setiap muslim untuk membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari serangan penjajah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu ditetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri dengan keputusan Presiden;
Setelah proklamasi 17 Agustus 1945 para ulama perhatianya hanya terfokus dengan angkat senjata dalam organisasi kesenjataan, baik dalam Laskar Hizbullah, BKR, TKR, TRI, dan TNI, selama perang kemerdekaan 1364-1369 H/ 1945-1950 M, melawan tentara Sekutu Inggris dan NICA.
Dengan adanya pendaratan tentara Sekutu dan NICA di Jakarta, Semarang, dan Surabaya, serta Sumatra, 29 September 1945, sedangkan pemerintah Republik Indonesia tidak melakukan perlawanan yang nyata terhadap tindakan NICA dan Balatentara Jepang, maka rapat besar wakil-wakil Perhimpunan Nahdlatul Ulama seluruh Jawa dan Madura, 21-22 Oktober 1945, Ahad Legi-Senin Pahing 14-15 Dzulqo’dah 1364 H mangajukan Resolusi Jihad pada Pemerintah Republik Indonesia:
“Memohon dengan sangat kepada pemerintah Republik Indonesia, supaya menetukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap tiap-tiap usaha yang akan membahayakan kemerdekaan Agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap pihak Belanda dan kaki-tanganya.
Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat “sabilullah” untuk tegaknya Negara Republik Indonesia merdeka dan Agama Islam.”
Resolusi Jihad di atas, pada saat terbentuknya Partai Islam Indonesia Masyumi, di Jogjakarta 7 November 1945, Rabu Pon, 1 Dzulhijjah 1364, menjadi Resolusi Jihad dari Mu’tamar Ummat Islam Indonesia.
Nugroho Notosusanto menjelaskan bahwa Kapten Yanagama selama dua bulan melatih 50.000 Kaikyo Seinen Teisintai atau Hizbullah – Tentara Allah sebagai pembantu tentara pembela tanah air – PETA. Keduanya serta Barisan Sabilillah sesudah Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi pendukung utama terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat, 5 Oktober 1945, Jum’at Kliwon, 29 Syawwal 1364 H.
Tentara Sekutu Inggris dan NICA mendaratkan 6.000 serdadu Gurkha dari India pada 25 Oktober 1945 di Surabaya. Bertujuan mengambil intemiran Belanda dari Jepang. Para ulama dan santri tidak percaya. Disambutlah dengan Resolusi Jihad, berdampak para kiai dan santri dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, Membanjiri kota Surabaya.
Apalagi dibangkitkan pula semangat juangnya oleh Bung Tomo, 1920-1981, melalui Radio Pemberontakan Rakyat Indonesia, pecahlah perang sabil tidak dapat dihindarkan lagi, perlawanan ulama dan santri ini yang dibakar semangat jihadnya, sembilan hari kemudian menjadikan terbunuhnya Brigadir Jendral Mallaby pada 31 Oktober 1945.
Tentara Sekutu Inggris tidak pernah kehilangan perwira tertinggi dalam Perang Dunia II. Baru sebulan setelah pendaratan 29 September 1945, pada 31 Oktober 1945 kehilangan seorang Perwira Tinggi, Brigadir Jendral Malaby. Padahal TKR baru beberapa hari dibentuk, 5 Oktober 1945, dan Resolusi Jihad baru dikumandangkan 22 Oktober 1945 telah berhasil mengorganisasikan perlawanan ulama dan santri yang membuahkan tewasnya Brigadir Jendral Malaby.
Suatu prestasi perang kemerdekaan yang luar biasa. Pengaruh Resolusi jihad Nahdlatul Ulama dan pidato Bung Tomo dari Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia berhasil memobilisasikan potensi ulama dari Barisan Sabilillah, bekerjasama dengan TKR, didukung oleh Laskar Hizbullah serta para santri berhasil mematahkan Perwira Tinggi Tentara Sekutu dan NICA yang berpengalaman memenangkan Perang Dunia II.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kepres Nomor 22 Tahun 2015.pdf-Peraturan BPK
2. Mansur Surya Negara, Ahmad. 2016. Api Sejarah Jilid II. Bandung: Surya Dinasti